KETHOPRAK MODIS




KETHOPRAK MODIS  dengan Cerita Zaman Now

Sesungguhnya program acara seni kethoprak televisi masih banyak peminatnya. Namun sering muncul keluhan bahwa penyajiannya terkesan begitu-begitu saja.
KALANGAN TUA MENGRITIK BENTUK SAJIAN.
KALANGAN MUDA MENGRITIK TEMA CERITA.
Maka ide Kethoprak Modis ini akan mencoba “menengahi” dua kutub pandangan tersebut.  
Kethoprak Modis ini juga bisa disayembarakan.  Namun tidak dengan cara menebak akhir cerita, melainkan dengan menyajikan soal-soal yang bisa merangsang peningkatan kualitas dan apresiaisi terhadap pementasan kethoprak itu sendiri, misalnya:

a.       siapa pemain dengan tata busana terserasi.
b.      siapa pemain dengan antawacana terbaik.
c.       siapa pemain dengan tata rias tereksotik, atau
d.      dalam bulan ini, cerita berjudul apakah yang terbaik.

(Selengkapnya tentang KETHOPRAK MODIS ini tertuang di halaman belakang setelah beberapa contoh cerita berikut) 

1.     TRESNO TAN KINIRO  

Adegan Pertama (dan selanjutnya merupakan penuangan)
Seorang tukang meminjamkan uang bernama Katonjati marah-marah karena tagihannya ditolak oleh nasabahnya yang membandel.  Ia nampak terengah-engah sebab barusan lari terbirit-birit setelah nasabah tersebut mengancam dirinya dengan sabit.  
Katonjati marah-marah (ngundomono) di antara sekelompok mbakyu penjual jamu gendong yang tengah merayakan kembalinya rekan mereka bernama Ratrini.  Ratrini yang berperawakan singset dan kenes itu memang sudah lama tak berjualan karena habis melahirkan.  Ratrini juga dikenal pintar nembang.  Dan ketika mendadak Katonjati tiba di tengah mereka, mbakyu-mbakyu penjual jamu gendong itu sedang menyanyikan lagu Suwe Ora Jamu.   
Kemudian kemarahan Katonjati diredakan oleh para mbakyu penjual jamu tersebut.  Sebagian dari mereka ada juga yang menjadi nasabah Katonjati, dan memang akan membayar angsuran.  Tetapi Ratrini belum bisa bayar.  Katonjati pun maklum atas keadaan Ratrini yang baru saja melahirkan.
Lantas mereka semua kembali nembang bareng-bareng meneruskan lagu Suwe Ora Jamu yang tadi terhenti akibat kedatangan Katonjati.  Dan yang memimpin nembang adalah Ratrini.
Usai tetembangan, Katonjati tertarik dengan kemampuan Ratrini berolah tembang.  Ia pun berniat akan belajar nembang kepada Ratrini.  Selama ini Katonjati baru bisa rengeng-rengeng.  Padahal ia ingin sekali membuat kejutan untuk istrinya yang tengah hamil 3 bulan.  Ia berniat nembang kasmaran (gandrung) di depan istrinya untuk makin menyemarakkan perasaan cintanya.
Katonjati mengutarakan niat belajar nembang tersebut kepada Ratrini yang kemudian mempersilakan Katonjati agar datang ke rumahnya.  
Mereka semua berpisah.  Katonjati meneruskan bekerja, yakni menagih ke nasabah-nasabah yang lain.  Para mbakyu penjual jamu sudah semenjak tadi secara satu persatu saling “berpamitan” guna mengedarkan jamunya ke wilayah operasi penjualan masing-masing.

Adegan ke Dua
Katonjati mampir ke rumah Ratrini, dan yang menerima adalah suami Ratrini (Parnyorenggo).  Ratrini belum pulang dari berjualan jamu.  Katonjati memberi ucapan selamat kepada Parnyorenggo, sebab memiliki istri yang pintar nembang.  “Atimu mesthi mongkog banget,” kata Katonjati.  Kepada Parnyorenggo, ia pun mengutarakan maksud kedatangan dirinya untuk belajar nembang dengan “guru” Ratrini.
Sambil menunggu kedatangan Ratrini, mereka ngobrol-ngobrol.  Parnyorenggo mengeluhkan image negatif masyarakat kepada Ratrini yang memang sudah kenes sejak kecil (gawan bayi).  Justru karena kekenesannya itulah yang menyebabkan Parnyorenggo jatuh cinta kepada Ratrini. Type Ratrini memang familiar dan gampang bersahabat dengan siapa saja, dan sangat anti dengan penyelewengan.
Ratrini pun pulang dari berjualan jamu.  Latihan nembang segera dimulai.  Melalui adegan ini ditunjukkan teknik-teknik nembang Jawa, macapatan dan nggerong.  Katonjati sangat bersemangat.  Ia benar-benar ingin segera bisa nembang, tidak ada maksud lain.

Adegan ke Tiga
Joyoprapto (seorang petani) dengan senangnya tengah mencobakan baju-baju baru kepada 3 anaknya.  Seminggu yang lalu ia mendapat kucuran kredit dari Katonjati.  Demi cinta kepada anak, Joyopranoto membohongi Katonjati dengan “berdiplomasi”bahwa kreditnya akan dipakai untuk membuka usaha produktif.  Tetapi ternyata digunakan untuk hal-hal yang konsumtif.
Katonjati datang untuk menagih cicilan.  Joyo pranoto sangat kaget dan serta-merta baju-baju baru tersebut disembunyikan, lalu menyuruh anak-anaknya masuk ke ruang tengah. Katonjati curiga dan agaknya tahu sikap Joyopranoto itu, terutama saat Joyopranoto tidak bisa menjawab pertanyaan tentang bentuk usaha yang katanya akan dibiayai dengan kredit dari Katonjati.  Akhirnya Joyopranoto mengaku dan  beralasan bahwa ia sangat ingin membahagiakan anak dengan membelikan baju-baju baru buat anak-anaknya.
Katonjati menasehatinya bahwa kredit yang diberikannya itu sebenarnya merupakan “kail” bukannya “ikan”.  Cinta kepada anak bukan begitu caranya.  Justru kalau kredit tersebut dijadikan “kail”, maka kebahagiaan anak akan bisa lebih terpenuhi.

Adegan ke Empat       
Sudah genap satu bulan Katonjati berlatih nembang di rumah Ratrini.  Ia pun diminta menunjukkan hasil latihannya oleh para mbakyu penjual jamu gendong di tempat biasa mereka mangkal.  Katonjati merasa bangga bahwa ia akan segera bisa membuat kejutan di hadapan istrinya.  Saking bangganya, Katonjati mengajak para mbakyu penjual jamu gendong itu berdiskusi tentang kesetiaan suami dan perasaan wanita yang suaminya sangat mencintai istri.  Katonjati pun menjadi sosok ideal seorang suami.  Banyak yang kemudian kepencut, namun mereka tahan hati dan sadar posisi masing-masing.

Adegan ke Lima
Wirogiwang (juga nasabah Katonjati) tengah melatih seorang wanita muda bernama Murtiwati untuk berakting merayu.  Murtiwati hendak “diumpankan” oleh Wirogiwang kepada Katonjati supaya hutangnya bisa dianggap lunas atau boleh ditunda lagi angsurannya.
Perangai Wirogiwang memang oportunis, sedangkan Murtiwati hanyalah seorang gadis yang ingin mencari kerja.  Istri Wirogiwang sebenarnya tidak setuju dengan strategi yang dirancang suaminya itu.
Seperti biasa Katonjati datang untuk menagih.  Tetapi ia menangkap gelagat suasana tidak beres yang diciptakan Wirogiwang.  Katonjati marah besar.  Ia merasa tersinggung sekali.  Harga dirinya dilecehkan.
Wirogiwang tidak menduga sama sekali jika strateginya itu ternyata gagal total.  Bahkan kemudian Katonjati menghukum Wirogiwang dengan melipatgandakan pinjamannya.
Katonjati pergi tanpa pamit.  Wirogiwang dimarahi istrinya karena kelancangannya itu.  Wirogiwang merasa bersalah.  Mereka bertiga (Murtiwati, Wirogiwang dan istrinya) mengagumi kesetiaan Katonjati kepada istrinya.

Adegan Terakhir        
Istri Katonjati (Padmiasih) sedang merenda dengan ditemani oleh seorang pembantu wanitanya.  Mereka membincangkan tentang kehamilan dan suka duka hidup bersuami istri.
Tiba-tiba Wirogiwang dan istrinya datang.  Mereka hendak memohon maaf kepada Katonjati  dan memohon pula agar hutangnya jangan dilipatgandakan.  Wirogiwang menceritakan segala sesuatunya kepada Padmiasih, termasuk pula mengutarakan kekaguman mereka atas kesetiaan Katonjati terhadap Padmiasih.
Padmiasih pun meyiratkan kebanggaan kepada suaminya.  Dan berhubung Katonjati belum pulang, Padmiasih yang nanti akan memohonkan maaf atas kesalahan Wirogiwang.  Wirogiwang dan istrinya pun pamit pulang.  (Padmiasih dan pembantunya “mengevaluasi” kejadian barusan).
                                                    Katonjati datang, pembantu masuk.
Di mata Katonjati, Padmiasih tampak ayu sekali.  Demikian pula dalam pandangan Padmiasih, Katonjati tersosok sangat gagah.  Mereka berdua saling menyemburatkan rasa dan akting cinta.  Katonjati pun bersiap-siap hendak nembang gandrung.  Dan begitu bait pertama tembang disenandungkan, Padmiasih tampak geli-geli senang.  Senang-bahagia sekali bercampur heran, kok Katonjati mendadak bisa nembang?
Usai Katonjati nembang, Padmiasih pun menghaturkan pujian serta ucap “terima kasih cinta” atas tembang gandrungnya yang mampu merasuk-menghunjam ke dalam hati sanubarinya.
Padmiasih kemudian bertanya, dari siapa Katonjati belajar nembang?
Dan…………begitu Katonjati menjawab bahwa yang melatih dirinya nembang adalah Ratrini, Padmiasih sangat kaget !!  Padmiasih menatap Katonjati dengan sangat cemburu. (Padmiasih termasuk orang yang termakan isu negatif tentang kekenesan mbakyu Ratrini).  Ia tidak suka bila Katonjati bergaul rapat dengan Ratrini.  Mendadak Padmiasih berlari masuk.  Katonjati terlongong.  Ia memanggil-manggil Padmiasih bermaksud memberikan penjelasan, tetapi tidak digubris.
TUTUP LAYAR   

2.      GEGURITANING AKRAMI

Adegan Pertama
         Di halaman sebuah rumah, Retnowening sedang berlatih membaca sejumlah geguritan.  Ia tengah mempersiapkan penampilannya untuk mengikuti lomba baca geguritan tingkat desa Sendangsari.  Ia adalah keponakan Bu Sintonati, seorang janda dan aktifis kegiatan desa.  Kedua orang tua Retnowening tinggal di kota kabupaten.  Ia memilih ikut Budenya yang tidak memiliki anak. Selain itu memang sudah menjadi cita-citanya untuk hidup di desa selepas lulus dari “bangku pasinaon”.    
         Di tengah-tengah asyiknya Retnowening membaca geguritan, melintaslah Bu Hargini sambil melemparkan tatapan sinis (menjeb) kepada Retnowening.  Bu Hargini juga seorang aktifis kegiatan ibu-ibu desa.  Sifatnya suka sirik, sama dengan Bu Sintonati.  Keduanya tengah dalam posisi “saling bertarung”, penyebabnya adalah karena di dalam hati kedua orang ibu itu tertimbun perasaan dengki serta saling ingin menjadi orang yang paling menonjol sendiri.  Dan pada saat ini Bu Hargini sedang dalam posisi “sedang kalah” bersaing dengan Bu Sintonati dalam hal “mencari muka” di hadapan Bu Lurah.
          Retnowening pun sudah lama mengetahui tentang situasi “pertarungan” antara Bu Hargini dengan Bude-nya tersebut.  Keadaan seperti itu cukup menyulitkan Retnowening dalam membina hubungan dengan Sokibin (putra Bu Hargini) yang berprofesi sebagai petani tulen (tani utun).

Adegan ke Dua
          Retnowening masuk ke rumah untuk menemui Bude-nya.  Dan tanpa bermaksud adu domba, ia mengevaluasi sikap Bu Hargini.  Bu Sintonati pun memberikan pesan-pesan yang pada intinya memojokkan Bu Hargini.  Bu Sintonati juga memberikan dorongan semangat sebagai bekal bagi Retnowening dalam mengikuti lomba baca geguritan.

Adegan ke Tiga
          Akhirnya tersebarlah berita bahwa yang memenangkan lomba baca geguritan adalah Retnowening.  Hati Bu Sintonati mongkog sekali.  Kini ia makin merasa di atas angin dalam bersaing dengan Bu Hargini.  Ia pun memamerkan prestasi keponakannya itu kepada ibu-ibu di seputar tetangganya.  Ia menyertainya dengan “bumbu-bumbu klaim” bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam memberikan dorongan bagi keberhasilan Retnowening.
         Bu Sintonati tak begitu peduli dengan kisah cinta antara Retnowening dengan Sokibin.  Ia terlalu asyik dengan dirinya sendiri.

Adegan ke Empat  
           Bu Hargini keder juga dengan “keberuntungan” Bu Sintonati tersebut.  Tetapi Bu Hargini tak mau kalah.  Ia merencanakan untuk mengadakan lomba masak besar-besaran, dan ia akan mengatur  dewan juri agar dirinyalah yang dinobatkan sebagai juara ke satu.  Ide Bu Hargini itu didukung oleh sekelompok ibu yang termakan bujuk rayunya.
         Bu Hargini juga tidak peduli dengan kisah cinta antara Sokibin dengan Retnowening.  Sama dengan Bu Sintonati, ia lebih banyak mengurus ambisi pribadinya.  Bahkan suaminya pun berada di bawah pengaruhnya.

Adegan ke Lima
          Sokibin dan Retnowening tengah berpacaran di pinggiran sawah.  Mereka mendiskusikan keadaan Bu Hargini dan Bu Sintonati yang penuh dengan persaingan.  Retnowening merasa tidak betah melihat kondisi yang seperti itu.  Ia memendam rasa jengkel juga kepada Bude-nya, namun tidak berani untuk menegurnya.
          Retnowening mengeluh kepada Sokibin dan mengutarakan niatnya untuk pulang kepada orang tuanya di kota dan meminta Sokibin agar ikut serta.  Sokibin disarankan mencari kerja di kota saja.
        Sokibin gundah, sebab hati kecilnya bersuara bahwa dirinya sudah sangat cocok menjadi petani.  Jiwa raganya adalah lumpur-cangkul-sawah-ladang.
       Sokibin keberatan dengan usul Retnowening itu.  Namun ia mengemukakan sebuah jalan keluar.  Yaitu Retnowening akan dilamarnya, kemudian mereka hidup mandiri dalam sebuah rumah.  Untuk itu Sokibin bersedia menjual sebagian tanah sawah yang menjadi “jatah waris”-nya.
        Akan tetapi usul itu ditolak Retnowening.  Ia tidak ingin buru-buru menikah, sebab masih ingin berupaya untuk mewujudkan cita-citanya terlebih dahulu.  Sebenarnya kedatangannya ke Desa Sendangsari itu dengan membawa misi mulia, yakni hendak mengembangkan ketrampilan yang ia miliki dan ingin ia tularkan kepada warga desa.  Bahwa saat ini ia merasa tidak betah, persoalannya terletak pada sikap Bude-nya yang tidak berkenan di hatinya.
           Akhirnya kedua remaja itu sepakat bahwa masalah yang harus mereka hadapi adalah: bagaimana mendamaikan Bu Hargini dengan Bu Sintonati?

Adegan ke Enam
         Dengan tergopoh-gopoh Bu Hargini sowan kepada Bu Lurah dan bermaksud menyampaikan usulan lomba masak.  Tetapi Bu Lurah menangkap ada ekspresi semangat yang tidak biasa pada wajah Bu Hargini.  Sedikit banyak Bu Lurah memang sudah tahu tentang adanya “pertarungan” antara Bu Hargini dengan Bu Sintonati.  Sebagai istri pimpinan ia memang mempunyai banyak sisik-melik positif untuk membina kerukunan antar warga.  Apalagi Bu Lurah juga pernah “mengonfirmasi” perihal itu kepada Sokibin.
Bu Lurah pun telah menerima laporan tentang niat tak baik Bu Hargini untuk mengatur dewan juri.  Maka secara bijak Bu Lurah tidak bersedia untuk mendukung lomba masak tersebut.  Namun Bu Hargini terus mendesak mohon dukungan.  
         Akhirnya Bu Lurah membeberkan rahasia yang dikandung oleh Bu Hargini yang sudah diketahuinya.  Bu Hargini tak bisa mengelak.  Lantas Bu Lurah memberi pitutur kepada Bu Hargini.
          Sesaat kemudian Bu Sintonati masuk, kebetulan memang hendak sowan Bu Lurah.  Kedua orang itu pun yang biasanya bermanis-manis bila sedang di hadapan Bu Lurah, dibongkar “pertarungannya” oleh Bu Lurah.
         Bu Lurah berhasil menyadarkan mereka.  Keduanya bersedia berdamai, dan seterusnya pamit pulang.
         Kemudian muncul Sokibin hendak mencari ibunya.  Bu Lurah bilang bahwa Ibu Sokibin memang baru saja dari sini, dan sudah pulang bersama Bu Sintonati.  Kepada Sokibin, Bu Lurah menceritakan pula perdamaian ibunya dengan Bu Sintonati.  Sokibin senang sekali.  Setelah menghaturkan banyak terima kasih kepada Bu Lurah, ia pun mohon pamit.

Adegan Terakhir
          Retnowening sedang sibuk merawat tanaman di kebun.  Dan dengan ekspresi gembira mendadak Sokibin datang.  Ia mengabarkan kepada Retnowening bahwa ibunya sudah baikan dengan Bude Retnowening.  Serasa tak percaya, Retnowening senang juga.  Dengan antusias sekali Sokibin menceritakan kabar yang didapat dari Bu Lurah. 
           Tiba saatnya kini bagi Sokibin untuk melamar Retnowening.  Sokibin beranggapan bahwa situasinya sudah makin mengenakkan bagi Retnowening untuk tetap tinggal di desa.
           Namun Retnowening tetap menolak.  Sokibin mencurigai dan meragukan kadar cinta Retnowening kepadanya.  Retnowening tidak suka dituduh demikian.  Sebab kenyataannya ia benar-benar sudah sangat mencintai Sokibin.  (Retnowening adalah type gadis penganut cinta suci). Persoalannya adalah bahwa ia ingin menunda perkawinan demi cita-citanya.
         Kemudian secara “monolog” Retnowening mengemukakan sejumlah cita-citanya dengan runut, seolah mengiming-imingi Sokibin:

1.      Tentang keinginannya memintarkan para remaja desa di segenap bidang.
2.      Tentang keinginannya untuk menjadi guru di desa itu.
3.      Tentang keinginannya memiliki sebuah rumah tinggal yang penuh dengan “apotik hidup”
4.      Tentang harapannya agar Sokibin mankin pintar menjadi petani sehingga kelak hidup mereka kepenak.

      Mendengar sejumlah iming-iming cita-cita dari Retnowening itu, Sokibin hanya ndongong sambil ngowoh
      “Ojo kuwatir Kang, katresnane Kang Sokibin bakal tansah ngremboko ana ing atine Retnowening,” ujar Retnowening mengusir kengowohan Sokibin, “semono ugo tak suwun Kang Sokibin nora bakal kendhat anggone ngrasuk katresnanku ing saben jangkah lan panyumpenamu yo, Kang,” Retnowening menggelayut-agresif di pundak Sokibin.
      Kemudian Retnowening mengeluarkan secarik kertas yang diselipkan di balik kembennya.  Ternyata berisi sebuah geguritan tentang pernikahan berjudul Geguritanging Akrami.  Retnowening kemudian membacanya dengan penuh penghayatan.
      Sokibin kembali ndongong plus ngowoh.  Dan setelah separo geguritan tersebut dibaca, tiba-tiba Retnowening meminta Sokibin untuk meneruskan membacanya.  Sokibin terkejut dan dengan kaku terpaksa  ia pun membaca sisa geguritan itu.  Sokibin membacanya tanpa intonasi dan tanpa improvisasi, bahkan terkesan kikuk-lucu.  Ia memang tidak sepintar Retnowening dalam membaca geguritan.
                                                       TUTUP LAYAR
(Cerita ini mengampanyekan tentang penundaan nikah muda serta sekaligus mengangkat geguritan alias puisi berbahasa Jawa)






     APA ITU KETHOPRAK MODIS DENGAN MORAL CERITA ZAMAN NOW?
  
      Seperti diketahui bahwa acara seni kethoprak yang ditampilkan melalui media televisi sangat digemari oleh masyarakat.  Tetapi nampaknya kini banyak bermunculan keluhan, antara lain karena bentuk sajiannya cenderung seperti drama berbahasa jawa yang disinetronkan.  Bukan lagi sebagai kesenian panggung yang merangsang tumbuhnya kreatifitas pembuatan trick-trick dekorasi dan lukisan geber/layar setting.  Tema ceritanya pun seputar yang itu-itu saja tentang sekitar raja, kawula alit dan emban.  Sifatnya pun terlalu memihak secara hitam-putih, sedangkan sebenarnya cerita kehidupan itu sangatlah berwarna-warni.  Dan bahkan adegan “bunuh-bunuhannya” terkesan cukup sadis.  Sifat pitutur-nya rasanya juga kurang begitu efektif untuk memancing refleksi dan kontemplasi olehkarena dikemukakan secara instruksional sekali.

Kalangan senior mengritik BENTUK SAJIAN.
Kalangan muda mengritik TEMA CERITA. 

      Kethoprak konvensional ternyara agak membosankan kaum muda.  Sedangkan kethoprak pembaharuan cukup menyakitkan kalangan pinisepuh.
   Maka sebagai penonton setia kethoprak, baik ketika di desa saya masih sering ada pementasan kethoprak maupun pada saat media TV mulai masuk desa, saya memiliki sebuah ide yang barangkali bisa menjembatani kedua kutub selera tersebut.  


I.                   BENTUK SAJIAN KETHOPRAK MODIS 

       Menurut asal muasalnya, kethoprak adalah bentuk kesenian yang dipentaskan di atas suatu tempat bernama PANGGUNG.  Kethoprak merupakan miniatur kehidupan dengan setting artifisial sebagai pendukungnya. Penonton pun akan merasa kagum karena melihat dekorasi/ilustrasi geber yang mendekati kenyataan.  Ada adegan di hutan yang diiringi hujan.  Adegan di pinggir sungai dengan airnya yang tampak mengalir.  Atau adegan saat temaram  senja yang menyelimuti sebuah taman bunga.  Kesemuanya disajikan di atas panggung secara artistik dan terkesan realistik sekali.  
      Kiranya memang terasa ironik dan alienatif saat menonton kethoprak televisi yang memaksakan shooting secara outdoor, bahkan tak jarang dipakai teknologi chromacy segala.  Sebab penonton akan lebih cenderung merasa tengah menyaksikan: “sinetron berbahasa Jawa dengan pemainnya yang berbusana kejawen jangkep” dibanding menikmati “pementasan kethoprak”.
       Maka Kethoprak Modis ini tetap menggunakan PANGGUNG sebagai media untuk menyajikan cerita.  Namun demikian masih memperbolehkan kamera tv mengambil angle-angle sebagaimana lazimnya.  Misalnya ekspresi pemain tetap  di-close up berikut sudut-sudut  dekoratif yang mendukung cerita.  Geber pun di-shoot secara variatif.  Lukisan setting pada geber “dihidupkan” melalui dialog yang berkaitan dengan adegan yang tengah berlangsung.  Dan kadang-kadang kamera mengambil adegan yang sedang dimainkan (on stage) persis dari depan panggung dengan gerakan “menjauh-mendekat” (zoom out-zoom in/extreme long shot).  Pokoknya panggung Kethoprak Modis ini didesain sedemikian rupa (termasuk sound, lighting, dekor serta property-nya), sehingga sesuai dengan jangkauan kemampuan kamera televisi.  Dengan demikian para penonton TV akan merasa seolah-olah tengah menikmati pementasan kethoprak yang sesungguhnya.
       Pada setiap pembukaan pentas, di-shoot sosok panggung secara utuh (tanpa penonton) dari arah depan, sudut kanan dan sudut kiri (full shoot).  Diiringi dengan gendhing identitas Kethoprak Modis yang diaransir secara “genit” (menonjolkan satu suara sinden secara solo yang ditimpali oleh suara pelan sinden-sinden yang lain), dan gerakan membuka layar depan diikuti kamera secara perlahan-lahan.  
       Agar tetap beridentitas kethoprak, maka KEPRAK pun mengiringi setiap pergantian adegan/babak (frekuensi iramanya disesuaikan dengan tingkat suspensi cerita).  Dan gendhing-gendhing selanjutnya yang mengiringi pementasan, dipilihkan yang bercengkok “gampang dan bersifat dinamik” (kontemporer), namun kadang diselingi pula dengan yang “serius dan bersifat nglangut-nyamleng-nostalgik” (tradisional).
        Jadi bentuk sajian seperti tersebut di atas dapat pula dikatakan sebagai semacam SIARAN LANGSUNG pertunjukan kethoprak. 


II.                BAHASA DAN “KULTUR” Kethoprak Modis

        Bahasa dan “kultur” yang dipakai dalam Kethoprak Modis tetap sama dengan yang digunakan oleh kethoprak konvensional.  Tema dan struktur cerita yang diangkat dalam setiap episodenya menggunakan Bahasa Jawa dari beragam strata, baik yang pasaran, halus maupun tinggi.  Jadi tidak menggunakan bahasa Jawa slengekan yang dicampur dengan bahasa Indonesia seperti dalam kethoprak plesetan.
       Nama-nama tokoh, lokasi dan idiom-idiom kethoprak juga tetap memakai ciri khas kethoprak konvensional seperti misalnya:

a.       olah antawacana.
b.      olah “kaprajuritan”
c.       olah tari.
d.      olah tembang/gendhing.
e.       olah sanepo.

Tata busana dipilih yang tradisiomal-tegas-variatif.
Indah.
Tata rias dibuat yang tropik-tegas-eksotik.
Indah-memikat.
Tata cahaya pun hendaknya yang mampu mengangkat keindahan tata busana, tata rias dan tata dekor.


III.             SARANA PANGGUNG

      Untuk mempercepat proses shooting (terutama pergantian babak), maka sebaiknya dibangun   


2 atau 3 set panggung/tobong besar yang permanen.  Sarana tobong tersebut sekaligus bisa pula dipakai untuk mengembangkan SENI LUKIS NATURAL, SENI MENCIPTA KONSTRUKSI PANGGUNG dan SENI DEKORASI.
     Area panggung itu pun bisa dijadikan semacam STUDIO KETHOPRAK.  Siapa tahu selanjutnya akan bisa menjadi OBYEK WISATA bagi para penggemar kethoprak yang ingin membuktikan seberapa jauh matanya disiasati oleh DEKORASI REALISTIK yang mereka tonton melalui layar kaca.  Bisa juga dimanfaatkan untuk sarasehan kethoprak atau temu penggemar dengan pemain.  Disamping itu panggung tersebut juga akan bisa mempermudah tuntutan cerita.  Sebab ilustrasi setting-nya (antara lain berupa berbagai lukisan yang ditorehkan pada geber) sewaktu-waktu dapat dikerjakan di situ.  Selain itu juga bermaksud untuk mempertahankan image masyarakat yang beranggapan bahwa keasyikan menikmati PENTAS kethoprak itu tidak bisa dipisahkan dari sarana berupa panggung.


IV.             TUJUAN BENTUK SAJIAN

       Bentuk sajian seperti tersebut di atas, sekaligus dimaksudkan agar bagi para penonton yang ingin mementaskan kethoprak di daerahnya atau kethoprak instansi, akan bisa dengan mudah dalam mendapatkan referensi pementasan panggung yang sesungguhnya.  Rasanya selama ini para penggemar kethoprak mengalami kesulitan ketika mencari acuan pementasan.  Sebab kethoprak televisi cenderung sering bertata setting model indoor atau outdoor.  Misalnya kalau menginginkan adegan yang ada kudanya, mestikah mereka menampilkan kuda sungguhan ke atas panggung?  Bagaimana jika kuda tersebut tiba-tiba koming?  Tentunya akan bisa melesat ke luar panggung dan mingkal-mingkal penonton, dong !!
       Dengan bentuk sajian seperti yang dimaksudkan di sini, maka program pengembangan dan pelestarian seni kethoprak kiranya akan bisa dicapai.   Sebab program tersebut seyogyanya dihantarkan melalui contoh-contoh konkrit.  Dan seperti dimaklumi, televisi merupakan media yang paling efektif untuk memancing minat masyarakat, contohnya seperti dampak masif iklan-iklan yang diputar ulang.
         Pada pokoknya terobosan pembaharuan ala Kethoprak Modis ini tidak begitu saja meninggalkan bentuk tradisional kethoprak mainstream.  Barangkali ada yang berpendapat bahwa kethoprak tidak perlu diperbarui segala, tetapi cukup di-uri-uri saja.  Nah, pengusulan ide Kethoprak Modis ini pun sebenarnya masih tetap dalam konteks nguri-uri kesenian kethoprak.
        Maka bentuk sajian Kethoprak Modis yang tetap khas kethoprak tersebut, kiranya tidak akan begitu menyakitkan para pinisepuh manakala diadakan sebuah alternatif pembaharuan dalam segi TEMA CERITA.  


V.                TEMA CERITA Kethoprak Modis

       Penonton kethoprak, disamping ingin menikmati “keindahan pementasan”, sesungguhnya juga ingin mencari cermin pada segi cerita guna mengatarsifkan problematika kehidupan sehari-harinya.  Dan konsep yang mengatakan bahwa kesenian tradisionil kethoprak mengandung nilai-nilai ajaran yang adiluhung antara lain terletak pada tena-tema cerita yang disajikan.

       Nah, fokus pembaharuan yang hendak diinginkan oleh Kethoprak Modis ini adalah pada aspek tema cerita, yakni dengan mengangkat cerita keseharian yang sesuai dengan ZAMAN NOW.  Hal tersebut bermaksud pula agar bisa menjadi “kawan dekat” untuk menemani probematika hidup masyarakat.  Sehingga melalui tema cerita semacam itu niscaya mereka akan bisa me-ngundomono-kan suara hati sesuai dengan budaya ucap keseharian mereka sendiri.  Dengan demikian kiranya mereka akan bisa menjadi sedikit lebih cerdas lagi dalam menyikapi kehidupannya (mampu menangkap hal-hal yang tersirat). Apalagi pemilikan mereka terhadap wawasan kemajuan, dewasa ini tentu sudah meningkat.  Kini kebanyakan masyarakat sudah semakin kritis, dan keinginan untuk maju selalu terpancar di wajah mereka.  Untuk itu perlu ditawarkan wahana inspirasi agar kehendak mereka itu senantiasa terpelihara dan terpacu dengan baik.  Akan tampak terarah kiranya jika mereka tidak dibiarkan menggapai-gapai di tengah lalu-lintas kepentingan yang tumpang tindih dan kurang gamblang mereka pahami.  Akan berwajah kian cerah kiranya jika mereka tidak merasa begitu TERSISIH atau TERSAINGI oleh ragam cerita kehidupan modern.  Dewasa ini media film maupun sinetron memang telah banyak menawarkan cerita kehidupan yang rata-rata ber-setting-kan budaya asing dan jauh dari “kawasan image” mereka.

       Jadi yang paling ADILUHUNG dalam Kethoprak Modis ini adalah terletak pada segi ceritanya yang kontemporer.  Meskipun demikian akan tetap mengajak cabang-cabang seni lain (seni drama, seni tari, seni suara, semi lukis,seni dekorasi, seni rias, seni  busana) dengan proporsi yang fungsional dengan tema cerita.  Kethoprak Modis ingin melangkah secara:
“sekali dayung, dua tiga pulau terengkuh”
Sifat terobosannya pun tidak vulgar, namun justru luwes, rapi dan sopan. Eksistensi Kethoprak Modis berada di antara ranah konvensional dan kontemporer.  Sasaran penontonnya pun universal.
      Kita juga mengenal cerita kethoprak carangan alias fiktif.  Sesungguhnya kethoprak tidak mengenal babon cerita yang “dogmatik” seperti halnya wayang dengan Ramayana dan Mahabharata-nya.  Maka peristiwa heroik Perang Diponegoro, era penjajahan Belanda dan Jepang pun bisa diangkat menjadi cerita kethoprak.  Manggoloyudo Sudiro juga merupakan serial kethoprak dengan cerita carangan yang berhasil.
       Berarti persoalan-persoalan masa kini pun (ZAMAN NOW), kiranya sah-sah saja untuk dikethoprakkan. Dengan demikian, atau barangkali, tema-tema cerita yang kekinian tersebut dapat diposisikan sebagai telah sesuai dengan upaya dan kehendak generasi sekarang untuk “mengisi kemerdekaan”.  Sekaligus tema-tema cerita yang dekat dengan problemnatika manusia dewasa ini agaknya cukup efektif pula bila dikaitkan dengan program peningkatan sumber daya manusia. Diharapkan dengan menonton Kethoprak Modis ini masyarakat akan terajak untuk membahas persoalan-persoalan aktualnya.  Masyarakat bisa ber-soliloquy melalui tema cerita yang dekat dengan wilayah kehidupan mereka dan akrab dengan cermin refleksi mereka sendiri.  Membumi.  


VI.             TEMA CERITA TIAP EPISODE

      Plot dan pemaparan cerita Kethoprak Modis ini dibuat mudah dan sederhana seperti lazimnya kethoprak pada umumnya.  Ringan serta gampang dicerna.  Blocking dan movement-nya pun   


dinamis.  Dialognya lugas-segar-efisien dan tidak perlu panjang-panjang. Segi casting juga khas kethoprak.  Maka Kethoprak Modis akan mengangkat cerita-cerita dengan tema keseharian yang sering kita jumpai di masa kini, antara lain tentang:
1.      Kisah tentang korban miras oplosan, seorang tokoh pemuda di desa itu berpendapat bahwa para korban tersebut tidak semata karena mereka adalah pecandu minuman keras, namun ada pula yang bermaksud ingin lepas dari himpitan ekonomi yang menderanya.
2.      Father fixasi-nya seorang janda kembang.
3.      Shizoprenia-nya seorang putra tokoh desa.
4.      Mandor santun yang menjadi tukang kredit.
5.      Penyakit “minder-struktural”-nya gadis desa yang penuh bakat.
6.      Kemandirian sebuah keluarga muda yang sudah yatim piatu.  Sang kakak yang mengambil alih urusan keluarga termasuk membimbing adik-adiknya tatkala si adik terlanda cinta, bercita-cita dan berproblema.
7.      Puber keduanya Pak Sekdes dan tentang adiknya yang menjadi aktifis pemuda desa dan berlagak idealis, utopis dan arogan.
8.      Refleksi romantik putri Pak Bayan yang ingin menjadi penari tayub profesional.
9.      Pencarian identitas keremajaan putra Pak Lurah yang suka membolos sekolah.
10.  Masa pubertas putri Pak Mandor yang centil dan gelisah.
11.  Konflik cita-cita antara orang tua dan anak.  Memilih menjadi petani atau pamong desa, mencari kerja di kota atau mencipta kerja di desa.
12.  Frustrasinya seorang gadis desa yang melupakan potensi terpendamnya dan phobi terhadap laki-laki thuk  mis.
13.  Kasuistika “wanita karir” tentang problematika ibu-ibu penjual jamu.
14.  Proses “mempelai wanita desa” yang tertipu oleh oknum “mempelai laki-laki” dari kota.
15.  Krisis kepercayaan-ekonomik seorang istri terhadap suaminya yang tidak dapat mencarikan pinjaman uang guna sunatan anaknya atau ruwatan rambut gembel.
16.  Dst dst dst.

(Berikutnya seni kuda lumping, topeng ireng, barongan dan lain-lain dapat pula memeriahkan Kethoprak Modis sebagai pendukung cerita.  Dengan demikian berarti Kethoprak Modis ini sekaligus bisa dimanfaatkan untuk menampung semua jenis kesenian tradisional.  Namun tema cerita utama yang disajikan tetaplah bersumber pada UNIVERSALITAS PROBLEMATIKA MASA KINI yang pemecahannya logis-rasional, bersifat kontekstual serta selain menghibur juga mampu memintarkan penonton).  


VII.          CONTOH CERITA   

1.       Tresna Tan Kiniro (tentang proporsi kasih sayang).
2.      Geguritaning Akrami (tentang penundaan nikah muda).                           
*Kedua judul tersebut sudah tertuang di depan 
3.      Nyaut Gegayuhan  (tentang idealisme vs ambisi).
                  4.   Cah Lanang (tentang ketegaran anak sulung).
      
         *Kethoprak Modis kadang menceritakan pula sebuah keluarga bahagia.  Dimana sang 
           suami sedang istirahat, leyeh-leyeh lalu tertidur dan bermimpi menjadi Mahesa Jenar
      dalam sebuah pentas kethoprak konvensional.  Atau seorang nenek yang bercerita kepada 
      cucunya tentang kepahlawanan Untung Suropati.  Episode nenek bercerita ini bertemakan
           tentang pentingnya dongeng/kisah buat anak-anak.  Maka kisah  Untung Surapati itu
           dikethoprakkan secara konvensional pula.
           Berarti Kethoprak Modis masih MEMBUKA PELUANG juga untuk menampilkan
           cerita-cerita kethoprak yang sudah dikenal masyarakat.  Dengan demikian terjadilah
           simbiose yang apik antara KETHOPRAK KONVENSIONAL dengan KETHOPRAK
           MODIS.                        


3  NYAUT GEGAYUHAN

Adegan Pertama
           Bayukusumo (seorang kepala desa) tampak sedang sedih, seolah memendam masalah yang sangat berat.  Di ruangan itu ia ditemani istrinya, namun sang istri tidak tahu menahu apa yang sesungguhnya menyebabkan suaminya tersebut bersedih.  Bayukusuma cuma mencurahkan kesedihannya itu secara “monolog”.  Dan pada puncaknya, tiba-tiba ia berekspresi marah.  Namun istrinya tidak tahu sebenarnya Bayukusumo marah kepada siapa.
          Kemarahan Bayukusumo membuncah besar sekali, hingga tanpa ia sadari air mukanya semakin memerah padam.  Dan ada titik air mata mengalir dari kelopak matanya.
        Seorang pembantu rumah tangganya diam-diam mengetahui dan memperhatikan keadaan Pak Kades tersebut, terutama ia cermati tangis Pak Kades.  Dan sebagaimana lazimnya kebiasaan asisten rumah tangga, sepenggal “peristiwa” itu ia sebarkan kepada orang lain.

Adegan ke Dua                   
         Cerita Pak Kades yang menangis tersebut akhirnya merebak (“viral”) dan menjadi gosip di masyarakat.  Khalayak pun bertanya-tanya mengapa kepala desa mereka menangis?  Ada yang percaya, setengah percaya dan ada pula yang tidak percaya sama sekali.

Adegan ke Tiga
         Sastrokolil (mantan calon kepala desa) mengetahui pula berita tentang tangis Pak Kades.  Ia masih menyimpan “dendam” atas kekalahannya dahulu dalam pemilihan kepala desa.  Ia pun melecehkan: Kepala Desa kok nangis?  
          Ia mengatakan kepada sejumlah warga desa (yang menjadi pendukungnya) bahwa kalau saja yang menjadi kepala desa adalah dirinya, niscaya ia bakal senantiasa tegar.  Dengan angkuh ia bilang bahwa dirinya tidak mungkin cengeng dan pasti akan bisa menyelesaikan segenap masalah dengan sukses.

Adegan ke Empat
          Berita Pak Kades Bayukusumo menangis semakin simpang-siur. Gethok tular tanpa kejelasan dan menjadi rumour penuh bumbu-bumbu.

Adegan ke Lima
        Sesungguhnya tangis Pak Kades tersebut adalah tangis yang “bermutu”.  Yakni dikarenakan ia merasa  sangat jengkel memikirkan kebandelan Sanyototantra (orang terkaya sedesa) yang bersikap cuek terhadap kiprah pembangunan desa.
      Juragan Sanyototantra adalah kawan karib Pak Kades terutama dahulu ketika masih remaja.  Sanyototantra belum lama kembali menetap di desa itu setelah lama berada di perantauan.  Ia perantau yang sukses.  Ia adalah profil orang yang suka bekerja keras (workalcoholic) karena dulu hidupnya sangat miskin.  Dan Pak Kades tahu persis kemiskinan Sanyototantra, lengkap beserta dengan liku-liku penderitaannya.  Sebenarnya ada remah-remah rasa tak tega bila sampai menyakiti hati Sanyototantra.  Tetapi lama-kelamaan Bayukusumo sadar akan kedudukannya sebagai pemimpin.  Kemudian ia pun memutuskan hendak menemui Sanyototantra di rumahnya.

Adegan Terakhir
           Di rumah Sanyototantra, Bayukusumo berdebat dengan sang juragan tentang perjuangan dan gegayuhan hidup.  Bayukusumo menyinggung Sanyototantra dengan pertanyaan-pertanyaan seputar “mengapa setelah menjadi orang kaya, Sanyototantra seperti lupa kepada kewajibannya sebagai anggota masyarakat, mengapa ia tampak terlalu ngoyo dalam mengejar harta?”
          Pelan-pelan Sanyototantra pun menyadari kekeliruannya.  Dan ia mengaku bahwa sesungguhnya sikap ambisiusnya mengejar kekayaan tersebut bukan saja karena dahulu ia miskin.  Namun juga karena Sanyototantra iri kepada Bayukusumo yang berhasil menjadi pemimpin, bisa membimbing warga dan mampu menjadi teladan bagi semua orang.
          Tiba-tiba Sanyototantra merangkul Bayukusumo.  Dan sambil terisak-isak mengatakan bawa sebenarnya ia iri terhadap prestasi Bayukusumo yang diraih bukan atas dasar materi, melainkan dengan keunggulan kepribadian.
“Sejatine wiwit ndisik aku kepengin nduweni kapribaden kaya kowe,” ucap Sanyototantra dalam rangkulan Bayukusumo.
          Mengejar kekayaan merupakan kompensasi atas “kekalahan” Sanyototantra terhadap perjuangan Bayukusumo.  Dan sikap cueknya kepada pembangunan desa memang ia sengaja, semata-mata karena adanya “kompetisi pribadi” tersebut.
TUTUP LAYAR
(Cerita ini memang berbau simbolik)  


4. CAH LANANG  

 Adegan Pertama    
        Mandarharjo dan istrinya bertengkar.  Tiba-tiba Mandarharjo kelepasan ngomong tentang perceraian. Anak sulungnya (Tejomukti) yang sedang belajar mendengar kekisruhan pertengkaran itu.  Kemudian ia pergi, tidak betah mendengar orang tuanya bertengkar terus. Pikirannya kalut dan dadanya terasa sumpek.  



Adegan ke Dua
     Tejomukti mengeluhkan ketidakbetahannya di rumah kepada kawan akrabnya (Dwipanto).  Dwipanto memberi saran kepada Tejomukti agar menjadi “intel” guna mencari tahu mengapa orang tuanya sering bertengkar.  Sifat dan karakter kepribadian orang tua pun hendaknya dipelajari oleh si anak.  Dengan cara menjadi intel tersebut, si anak akan bisa mengetahui problema orang tua tanpa harus campur tangan dalam wilayah urusan orang tua.


Adegan ke Tiga
      Tejomukti menemui kekasihnya (Wulandari).  Wulandari berasal dari keluarga yang harmonis.  Tejomukti berterus terang tentang “rencana” perceraian kedua orang tuanya.  Wulandari terkejut, ia nampak khawatir kalau-kalau hubungannya dengan Tejomukti akan mendapat halangan dari orang tuanya.  Sebab orang tua Wulandari memang anti perceraian.
      Wulandari mengusulkan kepada Tejomukti agar hubungan mereka direnggangkan saja.  Dan nanti bila orangtua Tejomukti benar-benar bercerai, maka kisah cinta mereka juga harus dibubarkan.  Wulandari takut terhadap bayangan bahwa laki-laki yang berasal dari keluarga broken home, cenderung mempunyai bakat untuk juga mudah memecah sebuah perkawinan.
       Tejomukti terpaksa menerima realitas putus cinta sepihak tersebut.  Wulandari memang profil gadis yang tidak mandiri.  Ia nampak mencari-cari alasan untuk menghindar dari Tejomukti.


Adegan ke Empat
        Diam-diam Dwipanto memohon kepada ibunya (yang merupakan kenalan akrab ibu Tejomukti) untuk menceritakan keadaan Tejomukti yang menjadi pemurung kepada orang tua Tejomukti.  Dan tindakan ibu Dwipanto itu agaknya berhasil.


Adegan Terakhir
      Tejomukti pulang dan cukup terkejut juga karena ia disambut oleh ibunya dengan damai.  Ayahnya pun tampak memberikan perhatian.  Tejomukti menyaksikan kedua orang tuanya  sudah tidak bertengkar lagi.  Namun perasaannya tetap gundah juga, sebab tali cintanya telah diputus oleh Wulandari.  Kemudian ia menyatakan ingin bangkit dari situasi itu, sebab keadaan rumahnya telah menjadi kondusif untuk melangkahkan perjuangan.
                                                     TUTUP LAYAR  



VIII.       KETERANGAN TAMBAHAN

A.    Segi Cerita
1.      Tema cerita Kethoprak Modis dibuat yang mampu “menangkap dan menggigit” kehidupan sehari-hari.  Sekaligus juga menohok sehingga mampu  

menggiring kepada laku perenungan serta penyadaran akan arti kehidupan.  Sifatnya pun beragam: komedik, getir, ironik, satiris, tragik, eksen, melodrama dan seterusnya.
2.      Cerita dapat dibuat serial atau satu episode langsung selesai.
3.      Kethoprak Modis menawarkan cerita-cerita yang REALISTIS-LOGIS serta tetap mengingat bahwa seni kethoprak merupakan KLANGENAN masyarakat Jawa pada umumnya.

B.     Prinsip Cerita Kethoprak Modis
                                                “Temanya problematik, dan problemnya tematik”




Komentar