GRENENGAN NanCita



GRENENGAN NanCita 

Edisi 01: DEBAR POLITIS 

Member X: "Menurutku yang jantungnya paling berdebar adalah tim suksesnya." 
Member Y: "Kalau aku berpendapat yang sangat terserang guncangan jantung hebat pada setiap 
                     pilkada dihelat adalah ketua partai." 
Member Z: "Ini opiniku ya, kukira yang jantungnya paling tersiksa itu ya para simpatisannya. 
                     Terutama simpatisan yang njagoin calon terganteng." 
CEO         : "Hei !!, di sudut sana ada yang dadanya full berdebar-debar bahkan selama 24 jam 
                     lho.  Siapa coba?  Yaitu istri dan anak-anak bakal calon peserta pilkada.  Terutama  
                     kalau ternyata tidak menang, debaran jantung itu bahkan bisa melanda terus di 
                     sepanjang kehidupan.  Mak tratap deg-degan !!  Sebab bayangan siang malam menjadi 
                     istri dan anak pejabat buyar seketika.  Kuciwa. Padahal pas ikut kampanye sudah  
                     berdandan sempurna dengan kerudung dan pasmina cantik serta tas merk ternama.  
                     Sementara calon yang menang akan hadir di mana-mana: di televisi ruang tamunya, 
                     di koran yang dilangganinya, di radio yang disetel anaknya, di pasar-pasar, di  
                     peresmian-peresmian, di hajatan-hajatan, di upacara-upacara, di kunjungan-kunjungan 
                     dengan raungan sirene serta deru motor vooriders menyertainya, dan seterusnya." 
Member O: "Boleh saya interupsi?!!  Kalau yang tidak terhantam palu godam debaran di jantungnya 
                    itu lalu siapa ya, Mas?.........Saya jawab sendiri ya Bro, yaitu para pelaku ekonomi 
                    kreatif di bidang sablon kaos, spanduk, sticker dan baner yang setiap ada pilkada  
                    orderannya selalu melimpah ruah, pasti mereka bungah !!! (Jangan lupa, istri dan anak- 
                    anak juga dibanjiri bahagia lho ya..., tak boleh dibikin kecewa).  


Edisi 02: DEFINISI POLITIK  
  
"Tidak seperti yang didefinisikan oleh Maurice Duverger, Aristoteles ataupun Max Weber, POLITIK itu kadang seperti ibu-ibu yang suka ngerumpi = ngomongin kekurangan pihak lain sambil tebar pesona demi membuka ruang untuk menarik simpati bagi dirinya sendiri.  Politik sering pula bagaikan seorang ayah yang membanggakan anaknya karena sudah bisa berjalan, padahal anak-anak yang lain juga mengalami pertumbuhan serupa." 
  

Edisi 03: STROKE POLITIK 

Beberapa kali berjumpa dengan teman 
yang terkena stroke. 
Selain mengaku kejantanannya berkurang 
juga tulisan tangannya pun menjadi makin tak karuan. 

Sudah lama tidak menulis dengan tangan 
yang mampu menggiring konsentrasi dan penghayatan 
juga laku-pendalaman seperti menyusun pengabdian 
serta kehati-hatian bagai membangun budi pekerti 
taat pula pada jiwa serupa memanggul amanat warga

Sudah lama tidak menulis dengan tangan. 
Mungkin sudah terpapar stroke, 
sebab ketika membuat kebijakan 
asal tanda tangan asal rupiah di tangan. 
Ada pula yang menabrak tiang listrik tanpa dosa 
dan sedang asyik mempersembahkan cahaya 

(kadang saya masih suka menulis dengan tangan 
terutama ketika membuat draf puisi 
sehingga istri selalu puas-ikhlas menyemburatkan senyuman sarat arti) 



EDISI O4: OLIMPIAN POLITIK 

SEBAGAI RAKYAT senang sekali rasanya melihat banyak anak muda peserta olimpiade dari berbagai cabang ilmu.  Tambah bahagia lagi saat muncul bejibun generasi muda yang hapal kitab suci.  Bakal lega karena kelak negeri ini akan dikelola oleh generasi unggulan.  Tapi semoga mereka tidak hanya akan menjadi "pegawai semata" atau "orang baik saja", namun berkenan menjelma sebagai penemu di sepanjang usianya sebelum muncul turunan terbaru dari situs dan media sosial dunia yang mampu menghisap jiwa-raga sebuah bangsa di segala usia.  Sebab kalau tidak, kita akan begini-begini saja menjadi bangsa pemamah aneka platform terbitan dunia.  He !!, China kok bisa ya memblokir WhatsAp, Facebook, Gmail, Google, Instagram, Twitter ??  (Kompas 29 Oktober 2017 halaman 3).  Dan bangsa itu mampu menciptakan platform sendiri karena didukung oleh kebijakan politik yang berdaulat. 
SEBAGAI RAKYAT terpaksalah kita baru disuguhi oleh jumpalitannya para pendekar politik dengan jurus-jurus yang menjemukan.  Kalau politik memang menjadi primadona, gimana jika diadakan olimpiade politik sehingga akan lahir olimpian-olimpian politik yang mampu menemukan SISTEM POLITIK ANDALAN yang tidak hanya menghasilkan perulangan seremoni politik yang membosankan.  Sehingga "anak-anak muda kreatif yang berakhlak mulia" bisa berkembang bukan malah dikebiri oleh kebijakan para pelakon politik yang tidak berjiwa negarawan.  Hanya NEGARAWAN yang bisa menyemai ladang bagi tumbuhnya generasi yang cinta pengetahuan di sepanjang usia bangsa itu.  Sementara karena dihantui kebutuhan sesaat, POLITISI cenderung akan mengebiri putik-putik ilmu yang memang butuh waktu panjang untuk bebuah.  Padahal biasanya politisi lebih lihai dalam menggalang dana, namun hanya akan dihambur-hamburkan pada saat kampanye belaka termasuk untuk membiayai ujaran-ujaran kebencian!!  "Politik adalah seni yang mengandung kesantunan," kata Socrates.


Edisi 05: TENTANG 4 0RANG 

ORANG PANDAI selalu bangun pagi, belajar, kuliah, pulang kuliah belajar lagi, paling keluar sebentar beli makan lantas ke kamar lagi, tak suka bersosialisasi, lulus kuliah bingung mau apa kecuali BERGANTUNG kepada upaya melamar kerja=IP-nya tinggi luar biasa.
ORANG KREATIF biasanya bangun pagi tidur lagi, belajarnya bareng masyarakat, pulang kuliah lantas dolan, suka ngobrol hingga pagi demi obsesi menciptakan pekerjaan MANDIRI dan karya seni sehingga otomatis terhindar dari lingkungan kerja yang punya trend korupsi-berjamaah berkali-kali.
ORANG BEJO kadang butuh sebagian dari semua itu, tapi bisa juga tidak membutuhkan kesemuanya.   
Dan ORANG YANG PALING SEIMBANG adalah ya PANDAI ya KREATIF ya BEJO seperti panjenengan!!
(Berarti yang belum pandai, belum kreatif dan belum bejo masuk kategori ORANG YANG KE 5, dong?  Siapa ya…?!) 
               
                 

Komentar